Bertahun-tahun tidak mendengar lagu Pelangi-nya Zamrud, selama itu pula aku tidak melihat bis Pelangi dari dalam. Jaman muda dulu, bis ini namanya Pelangi. Trio dengan Kurnia dan PMTOH jadi raja jalanan mudik ke Aceh. Namun, sekarang ia telah berubah nama menjadi Putra Pelangi. Entah bagaimana cerita di baliknya, tapi sempat juga aku melihat bis Pelangi dengan kelir berbeda di daerah Kandis, Riau.
Berangkat Jumat menginap di Pekanbaru, aku sengaja mau mengantar Riki naik bis Pelangi mudik ke Jakarta. Minggu ini dia selesai UTS, jadi ada jatah libur sampai selesai Pemilu Presiden 2024. Tiket PKU-JKT per hari ini dibanderol 650rb di loket, sementara kalau berhenti di jalan lewat tenaga dalam (baca: orang dalam) bisa ditekan hingga 580rb. Lumayan menghemat 10% lebih dari harga awal.
Hari Sabtu, kami bangun pagi dan menunggu di Ogata, Dhapu Coffee di Pekanbaru. Infonya, bis berangkat hari Jumat malam pukul 07.00 malam dari Medan. Kalau jalan lancar dan lalu lintas normal, perjalanan bisa ditempuh dengan durasi sekitar 12 jam tanpa berhenti. Tapi, bukanlah bis kalau tidak stop angkut penumpang dan rehat sana sini untuk Ishoma. Pasti dong molor dari jadwal manusia umum. Hal ini diperburuk dengan fenomena penghujung tahun di tanah Riau, yaitu banjir. Banjir di daerah Ujung Tanjung sukses menunda kedatangan bis yang diperkirakan sampai di Pekanbaru pukul 10.00 pagi menjadi pukul 06.30 sore. Itupun baru sampai Kandis, bukan Pekanbaru.
Urusan lokasi penjemputan dan jadwal yang sebelumnya di Pekanbaru pun terpaksa kami ubah ke Kandis Selatan. Bis berhenti di Rumah Makan Tuah Sakato untuk rehat dan ishoma memasuki jam Maghrib. Kami sudah ready di lokasi pukul 05.30 sore. Sebelumnya, sempat beli bekal untuk Riki di Indomaret dan cari-cari ayam goreng untuk dibungkus. Bis akhirnya berangkat pukul 07.00 dari Kandis menuju Pekanbaru. Lepas mengantar Riki, aku pulang ke Duri via tol dan sampai pukul 08.00. Safe trip. Alhamdulillah.
Kalau bis andalan kalian apa?